Monday 25 January 2010

Ambruknya Sistem Kapitalis

Tidak lama dahulu telah berlaku kegawatan ekonomi serantau, gara-gara ambruknya saham Lehman Brothers yang berpusat Amerika Syarikat. Maka telah menggoncangkan keseluruhan system ekonomi di dunia. Kemudian yang paling terbaru ialah rancangan perjanjian pasaran bebas antara India China dan Asean (CFTA-Asean). Kemudian tidak lama lagi kita akan menikmati semula kenaikan harga minyak yang mengalami peningkatan harga per-tong dan per-barel. Yang berlaku disekeliling kita adalah peningkatan harga sembako, kejadian ini lebih parah berlaku di Malaysia iaitu kenaikan harga gula mencapai 20% daripada harga asal. Apatah lagi kenaikan, demi kenaikan dan inflasi demi inflasi telah dilakukan.

Dunia internasional mengakui bahawa Amerika sedang mengalami kejatuhan ketamadunan, kita lihat pula kejadian di Eropah, mereka telah membentuk kesepakatan matauang dan kerjasama perdagangan sehingga terbentuklah euro. Melalui termeterainya kesepakatan ini, sangat member dampak yang besar terhadap potensi dollar untuk melonjak.Dalam pada itu juga, penguatan ekonomi Asia sedang melonjak iaitu ekonomi China dan India. Hampir seluruh Negara Asia telah menumpukan perdangan mereka kepada Negara tersebut. Malah dalam masa yang sama memberi kesan kepada Negara-negara yang bergantung dibawah Amerika. Melihat fenomena-fenomena yang tragis tersebut, maka tidak mengherankan apabila sejumlah pakar ekonomi terkemuka, mengkritik dan mencemaskan kemampuan ekonomi kapitalisme dalam mewujudkan kemakmuran ekonomi di muka bumi ini. Bahkan cukup banyak klaim yang menyebutkan bahwa kapitalisme telah gagal sebagai sistem dan model ekonomi.

Di bawah dominasi kapitalisme, kerusakan ekonomi terjadi di mana-mana. Dalam beberapa tahun terakhir ini, perekonomian dunia tengah memasuki suatu fase yang sangat tidak stabil dan masa depan yang sama sekali tidak menentu. Setelah mengalami masa sulit karena tingginya tingkat inflasi, ekonomi dunia kembali mengalami resesi yang mendalam, tingkat pengangguran yang parah, ditambah tingginya tingkat suku bunga riil serta fluktuasi nilai tukar yang tidak sehat. Banyak negara mengalami keterpurukan ekonomi dan krisis yang hebat.[1]

Dampaknya tentu saja kehancuran sendi-sendi perekonomian negara-negara bersangkutan. Puluhan proyek-proyek raksasa terpaksa mengalami penjadwalan ulang, ratusan pengusaha gulung tikar, harga-harga barang dan jasa termasuk barang-barang kebutuhan pokok mengalami kenaikan tak terkendali. Pasar modal mengalami keterpurukan yang belum pernah terjadi dalam sejarah

Meskipun proses penanggulangan dan penyembuhan dari penyakit-penyakit itu kini sedang berlangsung, namun berbagai ketidakpastian masih saja membayang-bayangi. Tingkat suku bunga semakin tinggi dan diduga akan terus membumbung, memperkuat kekhawatiran akan gagalnya proses penyembuhan di atas. Krisis tersebut semakin memprihatinkan karena adanya kemiskinan ekstrim di banyak negara, berbagai bentuk ketidakadilan sosio-ekonomi, besarnya defisit neraca pembayaran, dan ketidakmampuan beberapa negara berkembang untuk membayar kembali hutang mereka. Henry Kissinger mengatakan, kebanyakan ekonom sepakat dengan pandangan yang mengatakan bahwa "Tidak satupun diantara teori atau konsep ekonomi sebelum ini yang tampak mampu menjelaskan krisis ekonomi dunia tersebut".

Namun keseriusan penanggulangan ini tidak akan terubat sama sekali jika praktik korupsi, penipuan, mafia hokum masih berjalan berterusan. Lebih-lebih pihak pemerintah tiada usaha menguatkan kembali sector riil dan moneter. Malah ketika itu juga sektor strategis Negara yang menggambarkan kekayaan dan milik Negara rupanya dikuasai oleh bangsa asing. Dimanakah gelar kekayaan Negara dan maruah Negara jika sektor strategis telah dikuasai oleh bangsa asing. Seperti di Freeport dan juga PT. Arun Aceh.

Ketika sistem ekonomi kapitalisme mengalami kerapuhan dan ”kematian”, maka peluang ekonomi syariah makin terbuka luas. Ekonomi Syari’ah merupakan sistem ekonomi post-capitalist yang berperan sebagi solusi ekonomi dunia. Semoga para ilmuwan ekonomi syari’ah saat ini dapat mengisi peluang besar yang sangat strategis itu dengan ijtihad ekonomi yang lebih kreatif dan inovatif berdasarkan nilai-nilai syari’ah.

Read more...

Monday 11 January 2010

STRUKTUR DAN LEMBAGA ADAT DI ACEH


Adat berasal dari bahasa arab iaitu perbuatan yang berulang-ulang atau kebiasaan yang berlakuy bagi sesebuah masyarakat[1].

Adat pada umumnya bermaksud aturan baik berupa perbuatan ataupun ucapan yang lazim diturut dan dilakukan sejak dahulu kala[2].

Rumoh Adat Aceh


Adat istiadat merupakan seperangkat nilai-nilai dan keyakinan sosial yang tumbuh dan berakar dalam kehidupan masyarakat Aceh. Dr. Muhammad Hakim Nyak Pha, Dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala/ Hakim Agung pada Mahkamah Agung RI, dalam buku yang berjudul Pedoman Umum Adat Aceh Edisi I, menuliskan bahwa adat istiadat adalah tata kelakuan atau tata tindakan atau tata perbuatan yang selanjutnya merupakan kaedah-kaedah yang bukan saja dikenal, diakui dan dihargai, akan tetapi juga ditaati oleh sebahagian besar warga masyarakat yang bersangkutan.


HUKUM ADAT

Adat ialah suatu hokum yang tidak tertulis dan merupakan hukum Indonesia asli dalam bentuk laporan perundang-undangan republik Indonesia yang terkandung di dalamnya unsur-unsur keagamaan yang berkembang di dalam masyarakat secara turun-temurun melalui keyakinan yang tertentu[3].

Oleh kerana itu aturan dan tindakan yang dianggap patut itu mengikat para penduduk, dan konsekuensinya aturan itu dipertahankan oleh kepala adat dan petugas hokum lainnya, DSisini dapat disimpulkan bahawa aturan adat bersifat hukum[4].

Pengaturan tatatertib masyarakat oleh hokum adat ini mengindikasikan, hukum adat mengandungi sanksi yang dikenakan jika aturan-aturan tersebut dilanggar[5].

Pelamin Adat Aceh Sinkle



DEFINISI LEMBAGA ADAT

Dalam Pasal 1 ayat (5) Perda No 7 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Kehidupan Adat, disebutkan bahwa Lembaga Adat adalah suatu organisasi kemasyarakatan adat yang dibentuk oleh suatu masyarakat hukum adat tertentu, mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan

sendiri serta berhak dan berwenang untuk mengatur dan mengurus serta menyelesaikan hal-hal yang berkaitan dengan adat Aceh.


UNSUR PEMBANGUNAN LEMBAGA ADAT

Terbagi kepada tiga :

· Organisasi Desa

· Ketunggalan Silsalah

· Paguyuban Hidup

1) Organisasi Desa

Desa ialah suatu kesatuan kemasyarakatan berdasarkan ketunggalan wilayah yang organisasinya didasarkan atas tradisi yang hidup dalam suasana rakyat dan mempunyai suatu badan tata urusan pusat yang berwibawa di seluruh lingkungan wilayahnya. Ia merupakan kesatuan bertunggal wilayah terbesar sdalam suasana rakyat dan merupakan organisasi pemerintahan. Oleh karena itu bolehlah dikatakan bahwa ia merupakan suatu sendi organisasi Negara[6].

JENIS DESA

Dapat dibagi kepada tiga:

· Desa bersentralisasi, iaitu organisasi desa yang sederhana, wilayahnya tidak terbagi-bagi, sehingga segala kepentingan rumah tangga seluruh wilayahnya diselenggarakan oleh suatu badan tataurusan pusat yang merupakan satu-satunya badan tataurusan yang berwibawa di seluruh wilayahnya. Contohnya desa di Jawa, Madura dan Bali.

· Desa berdesentralisasi, iaitu desa yang luas wilayahnya, terbagi atas wilayah lebih kecil, yang masing-masing dalam batas otonomi tertentu dalam mengurus kepentingan dalam rumah tangganya sendiri. Di samping suatu badan tataurusan pusat yang berwibawa di seluruh wilayah desa, ada jua badan-badan tataurusan setempat yang berwibawa dalam bagian maasing-masing. Ini bertujuan untuk mengurus dan mengatur rumah tangganya dan memiliki kewibawaannya selaku amanat dari badan tataurusan pusatnya. Contoh di wilayah Angkola dan Mandailing.

· Serikat Desa-desa, yaitu desa yang letaknya berbatasan, mungkin mengadakan persetujuan bersama untuk menggabungkan beberapa jenis kepentingan bersama seperti kepentingan pengairan, lalu lintas dan lainnya.

Adat Aceh Tamiang


FUNGSI DESA

Suatu desa mempunyai konsekuensi yang penting dalam hukum adat, seperti:

1. Merupakan subyek hak purba atas tanah yang merupakan wilayahnya.

2. Merupakan masyarakat dan badan hukum yang berwibawa dalam perkembangan dan pemeliharaan Hukum Adat.

2) Ketunggalan silsilah

Dalam menyelidiki ketunggalan silsilah maka perlu diperhatikan :

· Dihitung satu orang leluhur yaitu sang pemuka menjadi peletak dasar garis keturunan.

· Dihitung dari seorang terkemuka tanpa pembatasan berapa generasi jauhnya.

· Diperhitungkan suatu rantai keturunan istimewa.

· Mungkin jua dihitung melalui garis yang tidak berketentuan.

3) Paguyuban Hidup

Bermaksud suatu himpunan manusia dengan penonjolan berbagai hubungan guyub, sedangkan suatu penguyuban hidup ialah suatu penguyuban, yang di situ perhatian orang yang perlu dan penting baginya dalam kehidupan dan penghidupannya seperti kebahagiaan, kesehatannya dan lainnya.


PENYELENGGARAAN KEHIDUPAN ADAT DI ACEH

Menurut PERDA No 7 tahun 2000, Penyeleggaraan tentang hokum adat di Aceh adalah seperti berikut;

a) Geuchik adalah orang yang dipilih dan dipercaya oleh masyarakat serta diangkat oleh Pemerintah Daerah KabupatenIKota untuk memimpin Pemerintahan Gampong.

b) lrnurn rnukirn adalah Kepala Mukim dan Pemangku Adat di Kemukiman

c) Tuha Peut, suatu badan kelengkapan Gampoeng dan Mukim yang terdiri dari unsur Pemerintah, unsure Agama, unsur Pimpinan Adat, unsur Cerdik Pandai yang berada dl Gampoeng dan Mukim yang berfungsi memberi nasehat kepada Ceuchik dan lmum Mukim dalam bidang pemerintahan, hokum adat, adat istiadat, dan kebiasan- kebiasaan masyarakat serta menyelesaikan segala sengketa di Gampong dan Mukim.

d) Tuha Lapan adalah suatu Badan Kelengkapan Gampoeng dan Mukim yang terdiri dari unsur pemerintah, unsur Agama, unsur Pimpina adat, Pemuka Masyarakat, unsur Cerdik Pandai, unsur PemudaIWanita dan unsur Kelompok Organisasi Masyarakat.

e) mum Meunasah adalah orang yang rnernimpin kegiatan-kegiatan masyarakat di Gampong yang kerkaitan dengan bidang agama lslam dan pelaksanaan Syariat lslam.

f) Keujruen Blang adalah orang yang membantu Ceuchik di bidang pengaturan dan penggunaan irigasi untuk persawahan

g) Panglimo Loot adalah orang yang memimpin adat-istiadat, kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di bidang penangkapan ikan di laut, terrnasuk rnengatur tempatlareal penangkapan ikan dan penyelesaian sengketa

h) Peutua Seuneubok adalah orang yang memimpin dan mengatur ketentuan-ketenuan tentang pembukaan dan penggunaan lahan untuk perladanganlperkebunan

i) Haria Peukan adalah orang yang mengatur ketertiban, keamanan dan kebersihan pasar serta mengutip retribusi pasar Gampoeng

j) Syahbanda adalah orang yang mernimpin dan mengatur tambatan kapallperahu, lalu lintas keluar dan masuk kapal/ perahu di bidang angkutan laut, danau dan sungai.

Adat istiadat tersebut telah memberikan sumbangan yang sangat berharga terhadap kelangsungan kehidupan masyarakat. berdasarkan Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh, bidang adat merupakan salah satu keistimewaan yang diakui oleh Pemerintah di Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 11 tahun 1984 tentang Pembinaan dan Pengembangan Adat istiadat di Tingkat Desa/Kelurahan, pengaturan masalah lembaga Adat telah mempunyai landasan hukum yang kongkrit. Dengan demikian pemerintah Propoinsi Daerah Istimewa Aceh dapat mengatur pembinaan, pengembangan dan pelestarian adat istiadat. Fungsi umum Adat istiadat adalah mewujudkan hubungan yang harmonis dalam kehidupan masyarakat. Di Aceh sendiri, menurut Wakil Ketua Majelis Adat Aceh (MAA) A. Rahman Kaoy, adat dan proses hukum nyaris tidak bisa dipisahkan. Oleh karenanya dalam setiap kumpulan masyarakat yang hidup dalam satu komunitas atau yang dikenal dengan gampong (istilah untuk desa), masyarakat harus memiliki satu lembaga adat, yang terdiri dari unsur pemerintahan, pemuka agama dan kaum penasihat.


HUKUM DAN LEMBAGA ADAT UNTUK PENYELESAIAN SENGKETA

Hukum adat adalah keseluruhan peraturan yang menjelma dalam keputusan-keputusan para fungsionaris hukum yang mempunyai wibawa serta pengaruh dalam pelaksanaannya, berlaku serta merta dan dipatuhi sepenuh hati. hukum adat lahir dan dipelihara oleh keputusan-keputusan para warga masyarkat hukum, terutama keputusan-keputusan berwibawa dari pimpinan rakyat yang membantu pelaksanaan-pelaksanaan perbuatan hukum atau dalam hal yang bertentangan dengan kepentingan keputusan para hakim yang bertugas mengadili sengketa, sepanjang keyakinan tersebut tidak bertentangan dengan keyakinan hukum adat. Jika sengketa diselesaikan secara hukum adat, dipastikan penyelesaiannya akan bisa lebih mudah.


Menyelesaikan masalah dengan hukum adat, dipastikan tidak ada ekses, dan beban yang diemban oleh pihak kepolisian yang dalam hal ini adalah perangkat hukum positif, juga akan lebih ringan. Berbagai sengketa, jika diselesaikan dengan hokum positif dinilai bisa menimbulkan ekses, misalnya, seseorang yang bersalah kemudian divonis penjara, dan suatu saat bisa menimbulkan rasa dendam di kemudian hari. Dalam Pasal 10 Perda Nomor 7 tahun 2000 disebutkan : Aparat penegak hukum member kesempatan terlebih dahulu kepada geuchik dan imum mukim untuk menyelesaikan sengeketa-sengketa/perselisihan di gampong/mukim masing-masing. Sekretaris Panglima Laot Aceh, Adli Abdullah, mengatakan, sistem peradilan adat amat sesuai dengan perasaan masyarakat. Sejak zaman Iskandar Muda, semua sengketa, baik itu perdata maupun pidana selalu menempuh prosedur penyelesaian melalui lembaga hukum adat, misalnya perkelahian, pembunuhan bahkan untuk sekarang ini, kecelakaan lalu lintas di jalan raya penanganannya dilakukan melalui geuchik atau orang tua gampong yang dilakukan di meunasah. Dengan demikian maka berbagai kasus tersebut bias diselesaikan dengan cepat, sederhana dan murah serta hasil keputusannya akan membentuk kembali jalinan persaudaraan dan kedamaian.


Namun, jika dalam waktu tertentu sengketa tidak juga bisa diselesaikan, atau ada pihak yang belum puas, maka sengketa bisa diajukan kepada aparat penegak hukum, sesuai dengan Pasal 15 ayat (1) Perda Nomor 7 tahun 2000 disebutkan : Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan Imum Mukim tidak dapat menyelesaikan atau para pihak yang berselisih/bersengketa merasa tidak puas terhadap keputusan adat tingkat Mukim, maka ia dapat mengajukan perkaranya kepada aparat penegak hukum. Pasal 15 ayat (2) menyebutkan : Keputusan adat yang telah dijatuhkan kepada pihak-pihak yang bersengketa dapat dijadikan salah satu pertimbangan oleh aparat penegak hokum dalam menyelesaikan perkara.


Dalam menyelesaikan berbagai sengketa, banyak sanksi yang bisa dijatuhkan kepada sipelanggar hukum. Pasal 19 Perda Nomor 7 tahun 2000 menyebutkan: Jenisjenis penyelesaian sengketa dan sanksi yang dapat dijatuhkan sebagai berikut :

a. Nasihat

b. Teguran

c. Pernyataan maaf di hadapan orang banyak di meunasah atau mesjid, diikuti dengan acara peusijuk

d. Denda

e. Ganti kerugian

f. Dikucilkan oleh masyarakat gampong

g. Dikeluarkan dari masyarakat gampong

h. Pencabutan gelar adat

i. Dan lain-lain bentuk sanksi sesuai dengan adat setempat[7]


Antara Senjata Adat Aceh



REALITI FUNGSI LEMBAGA ADAT KINI

Kini peran lembaga adat agak terpinggirkan oleh berbagai kondisi yang terjadi di Aceh. A Rahman Kaoy mengatakan, kondisi Aceh, yang selalu dalam keadaan “bersengketa” membuat penyelenggaraan adat menjadi terlupakan. 73 tahun berperang melawan belanda, ditambah lagi dengan konflik bersenjata, membuat masyarakat tidak sempat berpikir untuk menyelenggarakan adat dan hukum adat, terlebih lagi mewarisinya kepada generasi muda. kehidupan yang berdasarkan adat, kini hanya mengakar dalam kehidupan generasi tua saja. Perubahan zaman yang dibarengi dengan kemodernisasian, telah menyisihkan keseharian adat dari kehidupan masyarakat, khususnya kaum muda. Tidak heran, jika kini muncul satu keresahan akan kelangsungan keberadaan adat di masyarakat Aceh. Senada dengan itu, Adli Abdullah, mengatakan telah terjadi dekradasi pemahaman adat di kalangan masyarakat Aceh untuk saat ini.

Pasca tsunami Aceh, membawa dua dampak sekaligus untuk perkembangan adat di Aceh. Dampak pertama, kearifan-kearifan lokal mulai terkikis dengan masuknya budaya modernisasi yang datang beserta banyaknya orang dari berbagai penjuru dunia, yang datang melawat ke Aceh, melalui berbagai bantuan. Contoh terdekat, sebut Adli, adalah kebersamaan membangun gampong. Jika sebelumnya masyarakat masih mau bergotong royong dengan sukarela membangun gampongnya, tetapi kini hal yang kontras yang terlihat. Dampak kedua, adalah dampak positif, dimana segala hal tentang adat dan hukum adat, kini mulai dibincangkan hingga ke tingkat akademisi di kampus. Dengan adanya kondisi ini, diharapkan implementasi adat Aceh dalam keseharian masyarakat bisa dikembalikan seperti zaman keemasannya dulu, apalagi sekarang sudah didukung kuat dengan adanya Undang-undang No. 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh[8].

Saat ini, sebut A Rahman Kaoy, tengah diupayakan kembali membentuk lembaga-lembaga adat di gampong-gampong di seluruh Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, hal ini dilakukan dengan melatih semua aparat gampong, untuk bisa menerapkan adat seperti sebelumnya. Dari pelatihan “Sosialisasi Lembaga Adat di Gampong” yang dilakukan oleh Majelis Adat Aceh selama periode 2007 hingga saat ini diperkirakan baru 5% saja aparat gampong di Aceh yang sudah mendapatkan pelatihan tersebut. Selain dilatih untuk menjalankan adat, mereka juga dilatih untuk menjadi pengurus di peradilan gampong, sehingga setiap terjadi

sengketa di gampong, bisa diselesaikan dengan hokum adat dan peradilan gampong.


KESIMPULAN

Hakikatnya manusia tidak bias lari dari kehidupan bermasyarakat, dan perkara menuntut kepada kewujudan setiap organisasi dan lembaga yang tersendiri. Maka tidak boleh tidak sesebuah lembaga mesrila ,empunyai autoriti bagi menonojolkan wibawanya dalam mengelola tata hidup masyarakat.

Baki lagi, adakah lembaga adat kini masih bersesuain dengan rentak era globalisasi. Biarpun kemelut globalisasi melanda, namun dimanakah eksistensinya dalam menjamin kesinambunagn hokum adat dan lembaganya sebagai tunjang dan pengukuh. Sekaligus sebagai identitas bagi sesebuah kelompok masyarakat beradat.


[1] Otje Salman Soemadiningrat, Rekonseptuaisasi Hukum Adat Kontemporer, P.T. Alumni Bandung Cet 1 2002, hal 14.

[2] Syahrizal, Hukum Adat dan hukum Islam di Indonesia, Nadiya Foundation Nanggroe Aceh , cet Pertama Mei 2004, hal 63.

[3] Ibid Hukum Adat dan hukum Islam di Indonesia, hal 65.

[4] Syahrizal, Hukum Adat dan hukum Islam di Indonesia, Nadiya Foundation Nanggroe Aceh , cet Pertama Mei 2004, hal 64.

[5] Otje Salman Soemadiningrat, Rekonseptuaisasi Hukum Adat Kontemporer, P.T. Alumni Bandung Cet 1 2002, hal 14.

[6] Iman Sudiyat, Asas-Asas Hukum Adat Bekal Pengantar, Liberity Yogyakarta, cet pertama, hal 14 pertama, hal 141.

[7]Catatan Kuliah (Dosen Bapak T. Agus Rahmat)

[8] Harian Serambi Indonesia


Read more...