Thursday 15 April 2010

Strategi Menerapkan Hukum – Hukum Islam Dalam Menyelesaikan Problematika Bangsa


Kehadiran Islam ditengah-tengah permukaan bumi adalah merupakan rahmatan Lil-alamin. Islam sebagai agama yang membawa rahmat mengatur segala aspek kehidupan segenap hidup manusia . Aturan hidup bukan hanya sebatas aturan duniawi tetapi juga pada aturan-aturan ukhrawi. Dengan kata lain Islam mengatur seluruh dan segenap aspek manusia baik yang berhubungan dengan sang khalik maupun dengan makhluk yang hidup di dunia. Sebagai agama yang universal, Islam dijalankan dan ditegakkan umatnya sepanjang hidup manusia.


Hal yang demikian dapat dilihat sewaktu Islam ini dijalankan oleh umat yang terdahulu mereka ikhlas menjalankan syariat Islam. Sepertimana Khalifah Umar Al-Khattab, mereka melaksanakan hokum Islam tanpa memilih bulu. Merejam anaknya yang melakukan zina merupakan satu contoh konkrit betapa beliau sangat berkomitmen menjalankan hokum Islam, Khalifah Umar bin Abdul Aziz seorang yang sangat membezakan anatara harta keluarga dan harta negara/rakyat. Begitu juga contoh konkrit yang berlaku di Nusantara Indonesia sewaktu kerajaan Aceh Darussalam, Sultan Alauddin Riayat Syah II Al-Qahhar telah melaksanakan hokum Qisash kepada putranya Abangta kerana telah menangkap, menzalimi dan membunuh orang lain. Contoh lain ialah ketika Sultan Iskandar Muda berkuasa menjadi raja, baginda telah menghukum rajam putranya sendiri Meurah Pupok kerana telah melakukan kesalahan zina. Ini menunjukkan betapa indahnya apabila Islam dijalankan dengan sebaik-baiknya.


Namun dengan berkembangnya dunia yang semakin modern, kehidupan beragama umat telah mengalami perubahan. Perubahan tersebut secara perlahan-lahan telah mengubah perilaku dan sikap umat Islam dalam beragama. Kenyataannya, aturan agama banyak yang dilanggar. Ini terjadi kerana rendahnya pemahaman terhadap agama yang menjadi puncanya. Dalam kehiudpan masyarakat banyak terjadinya pelanggaran dan kejahatan seperti korupsi, judi, pencurian, pembunuhan dan maksiat. Kondisi ini menunjukkan bahawa umat Islam sekarang ini telah jauh daripada nilai-nilai agama. Dengan kata lain hokum Islam dan syariat Islam telah dipinggirkan oleh masyarakat Islam maupun Indonesia yang merupakan Negara umat Islam yang teramai.

Secara jelas, bagaimana kemudian menjadikan Islam sebagai agama, hukum dan sistem nilai yang terimplementasikan dalam kehidupan manusia secara individu dengan tanpa pemaksaan nilai-nilai, maka proses dakwah aktualisasi imani harus direncanakan sebagai satu system kegiatan strategis.

Secara garis besar, ada tiga strategi dakwah yang berhubungan dengan bagaimana mengembangkan masyarakat. Iaitu Strategi struktural, strategi kultural dan mobilitas social;

1. Sistem structural yang disebut sebagai pendekatan topdown adalah aktivitas dakwah yang terstruktur, terlembaga dan terorganisir dan menggunakan power, kekuasaan dan kewengangan untuk mencapai tujuan dakwah.

2. Strategi dakwah cultural juga disebut sebagai startegi dakwah bottom up merupakan upaya dakwah yang berupaya merubah tatanan sikap, tingkah laku dan pendapat mad’u dengan membangun kesadatan masyarakat atau invidu, Dengan demikian istilah ini dikenal sebagai dakwah fardhiyyah iaitu pendekatan secara personel.

3. Mobilitas social ini merupakan percepatan perubahan menuju tujuan dakwah dengan peningkatan kualitas dan kuantitas pelaksana dakwah secara skill dan akademiknya. Seperti pembiayaan biasiswa dari dan memberi intensif atau pelatihan dan pemahaman berkenaan dengan syariat Islam.


Jika ketiga-tiga ini ketiga-tiga ini disenergikan maka akan member dampak dan kesan yang lebih positif terhadap perlaksanaan syariat Islam. Seperti contoh pendekatan structural yang sekarang ini berlaku di Aceh. Dalam masa yang sama member keselesaan kerana terdapat legitimasi dalam pemberlakuan syariat Islam. Namun hal ini tidak dapat dilaksanakan kerana sikap-sikap pemimpin politik tidak mendukung terhadap perlaksanaan syariat Islam ini sendiri lebih-lebih lagi apabila berlaku konfrontasi terancang terhadap pemberlakuan syariat Islam ini yang mengatas namakan HAM.


Tentu kita semua tidak ingin menjadi orang yang ahli dalam mengingkari indahnya Islam. Karena itu, untuk menjadikan syariat Islam di sebagai rahmatan lil'alamin, perlu upaya sungguh-sungguh dari semua elemen civil dan pemerintah di Indonesia, terutama kalangan ulama dan tokoh adat, untuk mengkaji ulang dan merefleksikan penerapan hukum Islam.
Menurut pakar hukum Islam Aceh, Prof Dr Syahrizal, menawarkan refleksi dengan memerhatikan lima dimensi;

1. apakah produk undang-undang atau qanun yang dilahirkan sampai ke kabupaten-desa

2. kualitas; apakah qanun sudah menjamin kepastian hukum, keamanan, dan kenyamanan

3. implementasi qanun, apakah masyarakat sudah mapan secara kognitif?

4. aspek aparat penegak hukum, apakah sudah memiliki kesadaran hukum dan sumber daya manusia andal dan berperspektif adil-setara? Begitu pula dengan sarana dan prasarana pendukung kinerja aparat.

5. aspek partisipasi masyarakat.

0 comments: